Minggu, 31 Maret 2024

PAK CIK

“Semua gambar diawali dari sebuah titik”

Pak Cik aku memanggilnya, bukan sebutan paman dalam Bahasa Melayu. Beliau adalah Pak Mucikno, Guru Matematikaku saat duduk di kelas 2B SMP Negeri 4 Kedungwuni (sekarang SMP 3). Mungkin bagi sebagian siswa Pak Cik termasuk salah satu guru yang ditakuti, meskipun aku tak yakin mereka benar-benar takut, mungkin lebih kepada mata pelajarannya saja yang tidak disukai. Suatu ketika, Bu Hesti Nurhayati Guru Bahasa Indonesia kami tidak masuk kelas, Pak Cik yang menggantikan. Kalau tidak salah materi saat itu membuat puisi. Saya berkesempatan membacanya pertama kali, karena memang nama berawalan A selalu nomor 1 di daftar hadir. Saya masih ingat betul puisi yang saya bacakan.

Menangis tiada artinya

Airmata tiada guna

Meskipun betapa sedihnya

Menghadapi kenyataan

Tuhan telah menentukan hidup ini

Tiada yang mampu menghindari

Biarlah semua terjadi

Mungkin harusnya begitu

Tak usah menyesali diri

Yang lalu biar berlalu

Takkan mungkin selamanya menderita

Esokpun pasti ada bahagia

Sesungguhnya jalan ini masih panjang

Dunia inipun masih luas terbentang

Hanya waktu yang belum sampai saatnya

Mungkin suatu hari nanti

Tercapai sudah segalanya

Pak Cik memuji saya habis-habisan, tapi aku tak terlalu bangga. Bahkan lebih tepatnya malu. Itu bukan puisi karya saya sendiri, tapi lirik lagu yang saya hafal dari soundtracknya Saint Seiya.

Mungkin dari situ saya mulai belajar puisi, memperbanyak kosa kata, padan kata, metafora, dan sebagainya.

Pagi ini saya bertemu beliau lagi, dalam acara lokakarya orientasi PGP di SMA 1 Kedungwuni. Pada sesi perkenalan, setiap peserta diminta menggambar sebuah benda dan menerangkan artinya. Pak Cik menggambar titik di sebuah kertas, beliau menjelaskan bahwa sebuah gambar diawali dari sebuah titik. Titik-titik membentuk garis, bisa lurus atau lengkung, kemudian membentuk bangun, tekstur, bahkan warnapun terbentuk dari gabungan berbagaimacam titik. Namun titik tetaplah titik, tidak akan berubah apapun bila kita berhenti, pada, satu, titik.

Mudisar_Ceria, 23 Maret 2024

Rabu, 25 Oktober 2023

DEWI KUNTI _ WELAS ASIH

Saya tidak suka menonton pagelaran wayang, tapi saya sangat tertarik dengan cerita dan segala filosofi di dalamnya. Maka ketika di Wisma Rarasati saya melihat sebuah buku tentang wayang yang ditulis oleh Ki Dalang Subur Widadi ayahanda Bu Welas Rarasati, langsung saya baca. Pada salah satu sequelnya ditulis tentang Dewi Kunti.

Dewi Kunti adalah ibu dari 3 orang pandawa, Yudhistira, Werkudara, dan Arjuna. Nakula dan Sadewa lahir dari rahim Dewi Madrim. Meskipun Nakula dan Sadewa bukan anak kandung Dewi Kunti, Dewi Kunti mengasihinya melebihi cinta kasihnya kepada putranya sendiri.

Suatu ketika, Nakula dan Sadewa kelaparan. Tidak ada makanan. Maka Dewi Kunti menyuruh kedua putranya Werkudara dan Arjuna mencari makanan untuk adiknya.

Arjuna kembali lebih dahulu membawa dua bungkus nasi rames dan menyerahkan kepada ibunya. Sebelum disuapkan kepada Nakula dan Sadewa, Dewi Kunti bertanya asal-usul nasi rames tersebut. Arjuna menceritakan bahwa nasi tersebut pemberian dari Kepala Desa Kedungwuluh karena merasa kasihan dengan Nakula dan Sadewa. Dewi Kunti menolaknya. Ia tidak mau memberi makanan kepada Nakula dan Sadewa atas dasar belas kasihan seseorang.

Werkudara datang terlambat karena harus membereskan dua raksasa di Cilacap. Membawa dua bungkus nasi padang untuk Nakula dan Sadewa. Tidak lupa Dewi Kunti menanyakan asal usul nasi tersebut. Werkudara menceritakan hal ihwal dua bungkus nasi padang yang ada pada genggamannya. Nasi tersebut adalah pemberian dari Bupati Cilacap sebagai hadiah karena Werkudara berhasil menumpas dua raksasa. Sang Bupati menawarkan putrinya yang bernama Teh Ikah sebagai hadiah, namun Werkudara menolak. Ia hanya minta dua bungkus nasi padang saja untuk makan siang kedua adiknya.

Dewi Kunti menerima nasi padang yang dibawa Werkudara, kemudian memberi nasihat kepada para putranya bahwa kita semua harus bekerja keras, jangan menggantungkan belas kasih orang lain dengan cara meminta-minta.

Belajar juga dari keluarga FKKS SD/MIM Jawa Tengah ketika Rapat Kerja di Wisma Rarasati, Banyumas. Kita membawa makanan khas daerahnya masing-masing, saling memberi. Bukan karena rasa kasihan, tapi memang karena rasa welas asih yang telah mendarah daging. Dudu sanak, dudu sedulur nanging bisa semanak semedulur.

Cerita ini sebagian fiktif belaka, kalau ada kesamaan nama dan tempat, anggap saja disengaja.

BERENDAM SAMBIL KULIAH

Pagi yang dingin mengajakku menarik selimut kembali, menawarkan kehangatan di baliknya. Namun hangat mentari dan aroma laut mampu membujukku untuk menyisirnya. Pendirianku goyah ketika melihat Tadz Indra Principal Maharaja sedang asyik masyuk berenang keliling kolam. Maka saya putuskan berenang saja. Pakaian basah kemarin sore yang saya tiriskan di balkon, saya pakai kembali. Berjalan santai menuruni anak tangga dari lantai tiga sebagai pemanasan agar tidak terjadi cedera. Saya tidak bawa handuk saat itu. Catat ya, tidak bawa handuk. Jadi kalau nanti ada yang kehilangan handuk dengan asumsi ketinggalan di kolam, itu bukan saya.

Sampai di bibir kolam, saya melakukan pemanasan lagi. Peregangan mulai kepala, pundak, lutut, kaki. Kepala, pundak, lutut, kaki. Kepala, pundak, kepala, pundak, kepala, kepala, kepala. Kepala saja terus yang piknik, gurunya gak pernah diajak. Sebelum nyemplung ke kolam secara kaffah, usahakan kaki terlebih dahulu masuk ke air. Ini penting dilakukan karena menurut hasil survey di 138 negara, 9 dari 10 perenang yang mendahulukan kepala masuk kolam, terjadi cedera ; minimal benjol. Selain daripada itu, mendahulukan anggota tubuh bagian bawah ketika berenang memastikan tubuh tidak kaget ketika terjadi perubahan suhu. Konon kabarnya mandi yang diawali dengan menyiram kepala terlebih dahulu, rentan terkena masuk angin.

Sambil kungkum, Tadz Indra mulai bercerita. Dulu, sebelum perut segede blebedan sarung, renang muter kolam 10 kalipun terasa ringan. Sampai suatu ketika, berenang diiringi manula yang sedang jalan santai di tepi kolam, Tadz Indra berusaha mendahului namun terkejar. Lagi, dan lagi. Hingga memutuskan untuk mengikuti manula tersebut, dengan berenang santai. Tanpa terasa, lebih dari dua puluh putaran. Niat untuk mendahului atau merasa hebat sendirian ternyata salah. Mungkin kita kuat, tetapi kekuatan bisa dikalahkan oleh konsistensi. Dan bergabung dengan orang-orang hebat, salah satu cara untuk menjaga konsistensi tersebut.

Cerita Tadz Indra tersebut mengingatkanku pada dua orang penebang kayu. Seorang pemuda yang gagah dan kuat serta orang tua yang terlihat lemah. Satu, dua pohon telah ditebang oleh seorang pemuda. Sementara orang tua belum menyelesaikan satu pohonpun. Seorang pemuda menebang terus tanpa lelah. Sementara orang tua mengasah kapaknya setiap kali berhasil menebang satu pohon. Di akhir cerita, hasilnya tidak jauh berbeda. Seorang pemuda heran padahal telah mengerahkan seluruh tenaga tanpa istirahat, sementara orang tua selalu istirahat setelah selesai menebang satu pohon. Orangtuapun berkata, “Kamu melupakan satu hal anak muda, kapan terakhir kali kamu mengasah kapakmu? Sementara saya selalu mengasah kapak setiap kali istirahat”. Barangkali kegiatan kita kali ini seumpama istirahat sambil mengasah kapak. Serius atau santai di FKKS seperti tidak ada bedanya. Rapat yang serius bisa saja sambil guyonan dan kungkum santai membicarakan hal yang serius.

Pangandaran, 29 November 2022

Kamis, 06 Oktober 2022

ARJUNA SENOPATI : DEJAVU

 


Setelah Arjuna siuman anak panah dilepaskan
ke dada Murdaningrum yang menggoda iman
Murdaningrum mati Murdaningkung menangisi
Murdaningrum hidup kembali

diarahkan panah kepada Murdaningkung
Murdaningkung mati Bogadenta menangisi
Murdaningkung hidup kembali

diarahkan panah kepada Bogadenta
Bogadenta mati Murdaningrum menangisi
Bogadenta hidup kembali

diarahkan panah kepada Murdaningrum
Murdaningrum mati Murdaningkung menangisi
Murdaningrum hidup kembali

diarahkan panah kepada Murdaningkung
Murdaningkung mati Bogadenta menangisi
Murdaningkung hidup kembali

diarahkan panah kepada Bogadenta
Bogadenta mati Murdaningrum menangisi
Bogadenta hidup kembali

kejadian berlangsung berulang kali
hingga Arjuna kehabisan amunisi

atas saran Semar
anak panah bermata tiga diarahkan
membidik ketiganya

Bogadenta
Murdaningkung
Murdaningrum

panah trisula 
menembus dada ketiganya
mati bersama

ARJUNA SENOPATI : TERLENA

 Keberhasilan Srikandi melawan Bisma

Setyaki usul Srikandi sebagai Senopati Tetap
bukan Senopati outsourcing cipta sara

Srikandi menolak
ia hanya sebagai Senopati kontrak
menjadi perantara masuknya Sukma Amba
membalas perlakuan Bisma di masa lalu

Kresna menunjuk Arjuna sebagai Senopati baru
mengimbangi kesaktian Bogadenta
Senopati Kurawa

perintah Kresna diterima
mohon Kyai Semar mendampinginya

Bogadenta maju perang 
bersama Murdaningkung sang gajah
dan Murdaningrum sratinya yang mempesona

semua ksatria Pandawa ditantang
bukan satu lawan satu
maju semua kalau mau

Arjuna terbakar amarahnya
mendengar tantangan Bogadenta
terbakar juga asmaranya
melihat kecantikan Murdaningrum

semangat Arjuna melemah
dapat dikalahkan Bogadenta dengan mudah
disapu dengan seribu panah
keluar arena hingga koma

PAK CIK

“Semua gambar diawali dari sebuah titik” Pak Cik aku memanggilnya, bukan sebutan paman dalam Bahasa Melayu. Beliau adalah Pak Mucikno, Gur...